Wednesday, July 21, 2010

Besi Cor Kelabu

Besi cor kelabu mempunyai karakteristik tertentu, diantaranya adalah :
  • Warna patahannya kelabu, hal ini disebabkan oleh adanya karbon (C) bebas dalam bentuk grafit yang terjadi pada waktu pembekuan di dalam besi cor.
  • Mempunyai bentuk grafit serpih (lamellar).
  • Mempunyai berat jenis 7,25 gr/cm3.
  • Mempunyai titik cair 1150 – 1250 oC.
  • Mempunyai temperatur tuang ± 1350 oC.
  • Mempunyai kekuatan tarik sebesar 10 – 35 kgf/mm2. Kekuatan tarik besi cor kelabu bergantung pada jumlah dan bentuk dari grafitnya.
  • Penyusutan yang mungkin terjadi sebesar 0,6 – 1,3 %.
Struktur dasar dari besi cor kelabu adalah terdiri dari grafit, ferit, sementit, dan perlit. Dalam struktur besi cor biasa 85 % dari kandungan karbon berbentuk sebagai grafit. Dalam struktur ada berbagai bentuk dan ukuran dari potongan-potongan grafit, yaitu halus dan besar, serpih, atau asteroid, bergumpal atau bulat. Keadaan potongan-potongan grafit ini memberikan pengaruh yang besar terhadap sifat-sifat mekanis dari besi cor.

Struktur-struktur dasar yang dimiliki oleh besi cor kelabu sangat dipengaruhi oleh kandungan unsur-unsur di dalamnya. Selain mempengaruhi struktur dasar, kandungan unsur-unsur juga sangat menentukan sifat-sifat material yang akan digunakan.
Berikut tabel contoh rentang komposisi dari besi cor kelabu yang telah distandarisasikan oleh JIS.


Pengaruh Unsur-unsur terhadap Sifat dari Besi Cor Kelabu
Sifat-sifat dari besi cor kelabu juga tergantung pada unsur-unsur yang terkandung atau ditambahkan ke dalam besi cor kelabu. Unsur-unsur tersebut adalah :
a. Carbon (C)
Karbon di dalam besi cor terdapat dalam bentuk grafit dan cenderung mendorong terbentuknya matrik perlit. Selain itu, dengan semakin tingginya kadar karbon maka, titik liquidus dari besi cor menjadi turun.
b. Belerang (S)
Belerang merupakan salah satu unsur yang dapat merugikan, karena unsur ini akan membentuk FeS yang memiliki titik cair yang rendah. FeS biasanya terdapat di batas butir dan membuat cairan logam menjadi kental. Untuk mengurangi kandungan belerang dalam cairan logam diberikan unsur Mangan (Mn) agar membentuk reaksi MnS yang akan terkandung di dalam cairan dan mamiliki titik cair yang lebih tinggi dari pada FeS.
c. Mangan (Mn)
Mangan di dalam besi cor akan mengikat belerang (S), sehingga semakin tinggi kandungan belerang maka semakin tinggi pula kandungan mangan yang harus diberikan. Disamping dapat berfungsi sebagai pengikat belerang, mangan juga mempunyai efek yang dapat merugikan yaitu cenderung akan membentuk sistem metastabil. Keuntungan dari tingginya kandungan MnS adalah meningkatnya sifat mampu permesinan, karena geram dari hasil pemotongan mempunyai sifat mudah patah.
d. Phospor (P)
Phospor di dalam cairan logam dapat membuat cairan logam menjadi lebih encer sehingga phospor dibutuhkan terutama untuk besi cor kelabu yang tipis. Dengan bertambahnya phospor di dalam cairan logam cenderung mengakibatkan tuangan menjadi porous.
e. Silikon (Si)
Silikon cenderung membentuk pembekuan sistem stabil dan cenderung mendorong pembentukan grafit. Untuk menghindari pembekuan putih pada tuangan tipis adalah dengan memberikan Si yang tinggi. Silikon larut dalam kristal ferit dan tuangan dapat menjadi rapuh.

Monday, July 19, 2010

Diagram Kesetimbangan Fe – Fe3C.



Diagram fasa Fe-Fe3C menampilkan hubungan antara temperatur dan kandungan karbon (%C) selama pemanasan lambat. Dari diagram fasa tersebut dapat diperoleh informasi-informasi penting yaitu antara lain:
1. Fasa yang terjadi pada komposisi dan temperatur yang berbeda dengan kondisi pendinginan lambat.
2. Temperatur pembekuan dan daerah-daerah pembekuan paduan Fe-C bila dilakukan pendinginan lambat.
3. Temperatur cair dari masing-masing paduan.
4. Batas-batas kelarutan atau batas kesetimbangan dari unsur karbon pada fasa tertentu.
5. Reaksi-reaksi metalurgis yang terjadi, yaitu reaksi eutektik, peritektik dan eutektoid.
Beberapa istilah dalam diagram kesetimbangan Fe-Fe3C dan fasa-fasa yang terdapat didalamnya akan dijelaskan dibawah ini. Berikut adalah batas-batas temperatur kritis pada diagram Fe-Fe3C:
- A1, adalah temperatur reaksi eutektoid yaitu perubahan fasa γ menjadi α+Fe3C (perlit) untuk baja hypo eutektoid.
- A2, adalah titik Currie (pada temperatur 769OC), dimana sifat magnetik besi berubah dari feromagnetik menjadi paramagnetik.
- A3, adalah temperatur transformasi dari fasa γ menjadi α (ferit) yang ditandai pula dengan naiknya batas kelarutan karbon seiring dengan turunnya temperatur.
- Acm, adalah temperatur transformasi dari fasa γ menjadi Fe3C (sementit) yang ditandai pula dengan penurunan batas kelarutan karbon seiring dengan turunnya temperatur.
- A13, adalah temperatur transformasi γ menjadi α+Fe3C (perlit) untuk baja hiper etektoid.
Fasa-fasa yang terjadi dalam diagram kesetimbangan Fe-C selama pemanasan yang lambat:
- Ferit (α), yaitu paduan Fe dan C dengan kelarutan C maksimum 0,025% pada temperatur 723OC, struktur kristalnya BCC (Body Centered Cubic).
- Austenit (γ), adalah paduan Fe dan C dengan kelarutan C maksimum 2% pada temperatur 1148OC, struktur kristalnya FCC (Face Centered Cubic).
- Delta (δ), adalah paduan Fe dan C dengan kelarutan C maksimum 0,1% pada temperatur 1493OC, struktur kristal BCC (Body Centered Cubic).
- Senyawa Fe3C atau biasa disebut sementit dengan kandungan C maksimum 6,67%, bersifat keras dan getas dan memiliki struktur kristal Orthorombic.
- Liquid atau fasa cair, adalah daerah paling luas dimana kelarutan C sebagai paduan utama dalam Fe tidak terbatas pada temperatur yang bervariasi.
Adapun reaksi-reaksi metalurgis yang biasa terjadi berdasarkan pada diagram Fe-Fe3C yaitu :
- Reaksi peritektik, terjadi pada temperatur 1495OC dimana logam cair (liquid) dengan kandungan 0,53%C bergabung dengan delta (δ) kandungan 0,09%C bertransformasi menjadi austenit (γ) dengan kandungan 0,17%C. Delta (δ) adalah fasa padat pada temperatur tinggi dan kurang berarti untuk proses perlakuan panas yang berlangsung pada temperatur yang lebih rendah.
- Liquid (C=0,53%) + Delta (δ)(C=0,09%) ----- Austenit (γ)(C=0,17%).
- Reaksi eutektik, reaksi ini terjadi pada temperatur 1148OC, dalam hal ini logam cair dengan kandungan 4,3%C membentuk austenit (γ) dengan 2%C dan senyawa semenit (Fe3C) yang mengandung 6,67%C.
- Liquid (C=4,3%)------Austenit (γ)(C=2,11%) + Fe3C(C=6,67%)
- Reaksi eutectoid, reaksi ini berlangsung pada temperature 723OC, austenit (γ) padat dengan kandungan 0,8 %C menghasilkan ferit (α) dengan kandungan 0,025%C dan semenit (Fe3C) yang mengandung 6,67%C.
- Austenit (γ)(C=0,8%)-----ferit (α) (C=0,025%) + Fe3C(C=6,67%).
- Reaksi ini merupakan reaksi fasa padat yang mempunyai peran cukup penting pada proses perlakuan panas baja karbon.

Friday, July 16, 2010

Welding Procedure Specification



WPS : Welding Procedure Specification atau Prosedur pengelasan
Yaitu sebuah prosedur tertulis yang khusus dibuat untuk keperluan pekerjaan pengelasan sebagai pedoman pekerjaan untuk tukang las (welder).
WPS dibuat oleh seorang Welding Engineer (bersertifikat)

Data-data yang terdapat di dalam sebuah WPS yaitu:
1. General Data, meliputi:
a.  No WPS dan No Supporting PQR (Procedure Qualification Record)
b. Proses pengelasan : meliputi jenis proses pengelasan yang akan digunakan serta type dari proses pengelasan tersebut (Manual, Semi-Auto, atau Automatic)
2. Joints,meliputi:
a. Joint Design, jenis disain sambungan pada material yang akan dilas (groove, filet, dll)
b. Backing Material, yaitu material bantuan yang biasanya digunakan pada sambungan dengan tujuan agar   tidak terjadi distorsi pada saat pengelasan
c. Edge preparation, perlakuan membersihkan atau memperbaiki sudut-sudut tajam pada material yang      akan dilas. Proses perlakuan bisa menggunakan gerinda, amplas dll
3. Base Metal, meliputi:
a. Tipe spesifikasi dan grade material, jenis material yang akan dilas (similar atau dissimilar metal), lengkap   dengan P No. dan Group No. (terdapat dalam standard)
b. Chemical Analysis & Mechanical properties (if required)
c. Thickness range, Range thickness berdasarkan standard yang digunakan pada prosedur tersebut
d. Pipe diameter range, sda---berdasarkan standard yang digunakan
4. Filler Metal, meliputi:
a. Jenis filler metal, yang sesuai dengan jenis dari base metal, lengkap dengan Spec No (SFA), Class   (AWS No) serta brand name dari filler metal tersebut
b. Size diameter, apabila menggunakan lebih dari filler metal dengan size diameter yang berbeda, maka  harus dicantumkan keseluruhannya
c. Flux (if required), dicantumkan jenis electrode flux nya lengkap dengan trade name nya pula
5. Position, meliputi:
a. Position of Groove
b. Welding progression  uphill atau downhill
c. Position of fillet, range untuk posisi fillet tergantung dari santard yang digunakan
6. Preheat
Yaitu perlakuan pemanasan (preheat) sebelum proses pengelasan berjalan, dan tidak semua proses pengelasan melalui perlakuan panas terlebih dahulu.
Pada bagian ini memuat temperature minimum pemanasan dan temperatur Interpass maksimum (Temparatur  yang dicantumkan berdasarkan standard yang digunakan serta merefer kepada thickness material yang digunakan), serta metode pengukuran temperature pada saat perlakuan panas maupun pada saat mengukur  interpass tempetarur.
7. Post Weld Heat Treatment (PWHT)
Yaitu proses perlakuan panas setelah proses pengelasan berjalan seluruhnya. PWHT ini bertujuan untuk   menghilangkan tegangan sisa yang timbul pada proses pengelasan, dan sama dengan preheat, tidak semua  proses pengelasan setelahnya dilakukan proses perlakuan panas.
Di dalam WPS, data PWHT yang tertulis yaitu meliputi temperatur range dan time range/holding time,  dimana kedua hal tesebut dapat dilihat dalam standar standard yang digunakan.
8. Gas
Ada beberapa proses pengelasan yang menggunakan bantuan gas. Data-data yang bersangkutan dengan  gas tersebut harus dimuat juga dalam WPS, diantaranya yaitu: Jenis dari shielding gas yang digunakan, percent composition dari gas tersebut, flow rate, backing gas, dst
9. Electrical Characteristics
Parameter karakteristik elektrik ini sangat penting diperhatikan, karena apabila pada saat proses  pengelasan keluar dari range parameter yang telah ditentukan ini, maka kemungkinan keberhasilan dari  produk hasil pengelasan ini sangatlah kecil.
Parameter yang termasuk dalam karakteristik elektrik ini yaitu:
- Current: AC atau DC
- Polarity : EN (SP) atau EP (RP)
- Ampere (Range)
- Voltage (Range)
- Travel speed
- Heat Input (Range), sesuai hasil perhitungan dari PQR
10. Technique
Teknik yang dimaksud yaitu meliputi:
a. Teknik pengisian filler metal ke dalam kampuh las, yaitu string (menarik lurus filler metal/elektroda  biasanya dilakukan pada kampuh yang sempit), Weave (bergelombang, dalam artian menggerakkan elektroda ke dinding kampuh 1 ke kampuh lainnya, biasanya dilakukan pada kampuh yang lebar), atau kombinasi keduanya (string&weave), dimana pada teknik ini dilakukan pada material yang tebal dimana pada kondisi tersebut ada bagian yang menyempit dan ada pula bagian kampuh yang lebar.
b. Jumlah pass yang dibutuhkan setiap sisi material yang akan di las, pilihannya hanya dua single atau multiple pass.
c. Jumlah elektroda yang dipakai pada saat pengelasan.
d. Metode back gouging
e. Metode pembersihan kampuh sebelum dilas dan pada saat interpass
11. Travel Speed dan Heat Input 
Travel speed, didapat dari perhitungan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengisi filler metal ke dalam kampuh per pass, satuan yang digunakan yaitu mm/min.
Heat Input, hasil yang didapat melalui perhitungan antara Ampere, Voltage, Travel Speed dan Efisiensi  yang dituangkan dalam rumus sebagai berikut: HI=(V x A x η)/TS
12. Pengujian dan laboratorium
Pengujian yang tercantum dalam sebuah WPS meliputi pengujian tidak merusak (Non Destructive  Test/NDT) dan pengujian merusak (Destructive Test/DT) dan disertai dengan nama laboratorium tempat  pengujian dilakukan, serta nomor berkas hasil pengujian.
13. Nama Welder
Bagian ini tergantung dari pembuat WPS itu sendiri bisa dicantumkan atau bisa pula tidak dicantumkan. 
Pencantuman nama welder biasanya terkait dengan bukti untuk pembuatan sertifikat kualifikasi untuk welder itu sendiri.
14. Approval column
Pada kolom ini memuat nama pembuat WPS (dalam hal ini seorang Welding Enginner), nama dan  perusahaan client sebagai yang mengakui kebenaran dari pembuatan WPS tersebut dan nama dari pihak  ketiga (3rd party) yang menyetujui WPS tersebut.

Thursday, July 15, 2010

Failure Analysis

Analisis kegagalan adalah langkah-langkah pemeriksaan kegagalan atau kerusakan pada suatu komponen yang mencakup situasi dan kondisi kegagalan atau kerusakan tersebut, sehingga dapat ditentukan penyebab dari kegagalan/kerusakan yang terjadi pada komponen tersebut.
Analisis kegagalan mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Menemukan penyebab utama kegagalan
2. Menghindari kegagalan/kerusakan yang sama dimasa yang akan datang dengan melakukan langkah-langkah penanggulangan
3. Sebagai bahan pengaduan teknis terhadap pembuat komponen
4. Sebagai langkah awal untuk perbaikan kualitas komponen tersebut
5. Sebagai penentuan kapan waktu perawatan (maintenance) dilakukan.


Kegiatan Analisis kegagalan seringkali harus dilakukan oleh berbagai ahli dari berbagai disiplin ilmu yang bekerja sama sesuai dengan prosedur/tahapan yang telah ditetapkan. Adapun tahapan/langkah utama dalam melakukan Analisis kegagalan adalah sebagai berikut :
1. Melakukan investigasi lapangan, yang meliputi :
• Melakukan observasi lapangan
• Mengukur dimensi obyek yang diselidiki
• Melakukan wawancara/interview terhadap pihak terkait
• Mendokumentasikan temuan lapangan (fotografi)
2. Melakukan uji tidak merusak di lapangan
• Menentukan panjang retak aktual
• Menentukan derajat kerusakan (damage level determination) dengan cara: uji kekerasan, uji metalografi in-situ, uji komposisi kimia (dengan portable spectrometry).
3. Melakukan uji aspek metalurgis di laboratorium
• Pengukuran dimensi dari objek yang diteliti
• Dokumentasi fraktografi (makro – optik, dan mikro - SEM)
• Analisis komposisi kimia dari paduan dan/atau produk korosi
• Inspeksi metalografi (sampling, cutting, molding, polishing, etching).
• Uji sifat mekanik
4. Melakukan analisis beban dan tegangan
• Perhitungan beban dan tegangan kritis
• Perhitungan mekanika retak
5. Mempelajari aspek desain, operasi dan inspeksi terkini
6. Melakukan analisis mendalam dan komprehensif terhadap informasi/data yang telah diperoleh
7. Mempersiapkan laporan dan presentasi teknik
8. Mempersiapkan saran untuk perbaikan.


Identifikasi Jenis Kegagalan
Kegagalan dapat didefinisikan sebagai kerusakan yang tidak wajar atau rusak sebelum waktunya. Adapun penyebab utama kegagalan dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Kesalahan dalam disain
2. Kesalahan dalam pemilihan material
3. Kesalahan dalam proses pengerjaan
4. Kesalahan dalam pemasangan/perakitan
5. Kesalahan operasional
6. Kesalahan perawatan (maintenance)

Secara umum komponen dapat dikatakan gagal apabila masuk dalam kriteria sebagai berikut:
1. Komponen tidak dapat beroperasi atau tidak dapat digunakan sama sekali
2. Komponen dapat digunakan tetapi umur pakainya terbatas (tidak sesuai dengan umur pakai yang dikehendaki)
3. Komponen mengalami kelainan dan dapat membahayakan bila digunakan.

Kegagalan suatu komponen biasanya diawali dengan retakan yang menjalar sehingga menyebabkan suatu cacat. Retakan yang terjadi dapat dikatagorikan atas ciri-ciri makroskopis, yaitu sebagai berikut :
1. Patah ulet (Ductile fracture)
2. Patah getas (Brittle fracture)
3. Patah lelah (Fatigue fracture)
4. Retak korosi tegangan (Stress corrosion cracking)
5. Penggetasan (Embrittlement)
6. Mulur (Creep) dan Stress rupture

Patah Ulet (Ductile fracture)
Patah ulet adalah patah yang diakibatkan oleh beban statis, jika beban dihilangkan maka penjalaran retak akan berhenti. Patah ulet ini ditandai dengan penyerapan energi disertai adanya deformasi plastis yang cukup besardi sekitar patahan, sehingga permukaan patahan nampak kasar, berserabut (fibrous), dan berwarna kelabu.

Patah Getas (Brittle fracture)
Patah getas terjadi dengan ditandai penjalaran retak yang lebih cepat dibanding patah ulet dengan penyerapan energi yang lebih sedikit, serta hampir tidak disertai dengan deformasi plastis. Permukaan patahan pada komponen yang mengalami patah getas terlihat mengkilap, granular dan relatif rata.
Patah getas dapat mengikuti batas butir ataupun memotong butir. Bila bidang patahannya mengikuti batas butir, maka disebut patah getas intergranular, sedangkan bila patahannya memotong butir maka disebut patah getas transgranular.

Patah Lelah (Fatigue fracture)
Patah lelah terjadi pada komponen kontruksi dengan pembebanan yang berubah-ubah atau berulang-ulang, meskipun harga tegangan nominalnya masih dibawah kekuatan luluh material.
Patah lelah berawal dari lokasi yang mengalami pemusatan tegangan (stress concentration) dimana apabila tegangan setempat tersebut tinggi bahkan melampaui batas luluh material, akibatnya di tempat tersebut akan terjadi deformasi plastis dalam skala makroskopis. Dari lokasi tersebut akan berawal retak lelah (Crack initiation) yang selanjutnya terjadi perambatan retak (Crack propagation) sejalan dengan pembebanan yang berfluktuasi. Bila perambatan retak lelah ini telah jauh, sehingga luas penampang yang tersisa tidak lagi mampu mendukung beban, maka komponen akan patah. Peristiwa patah tahap akhir ini disebut patah akhir (Final fracture). Modus patahan pada tahap tersebut adalah patah statik, yaitu karena tegangan yang bekerja pada penampang yang tersisa sudah melampaui kekuatan tarik material.

Retak Korosi Tegangan (Stess corrosion cracking)
Peristiwa retak korosi tegangan adalah gabungan antara tegangan tarik dengan pengaruh lingkungan yang telah mengandung ion-ion ataupun larutan kimia. Kebanyakan retakannya mengikuti batas butir. Secara makro perambatan retak korosi tegangan terlihat bercabang seperti akar/ranting pohon, sedangkan secara mikro dibawah mikrosokop perambatan retakannya dapat transgranular maupun intergranular (melalui batas butir).

Penggetasan (Embrittlement)
Peristiwa penggetasan ini dapat terjadi pada material yang peka terhadap penggetasan hidrogen. Atom-atom hidrogen yang larut interstisi dapat bertemu dan berkumpul membentuk molekul gas hidrogen, sehingga mengakibatkan material menjadi patah karena tidak tersedianya ruang yang cukup untuk gas tersebut, yang akhirnya gas yang bertekanan tinggi akan mendesak material menjadi patah.
Masuknya hidrogen ke dalam material ini biasanya terjadi pada proses pengerjaan, misalnya pada proses pengelasan dan electroplating atau pada operasi di lingkungan yang banyak hidrogennya.

Mulur (Creep) dan Stress Rupture
Peristiwa mulur yang dimaksud yaitu deformasi yang berjalan dengan waktu, oleh karena itu mulur selalu ditandai dengan adanya deformasi plastis yang cukup besar. Peristiwa mulur ini terjadi bila komponen bekerja pada suhu tinggi, yaitu di atas 0,4 atau 0,5 titik cair dari material komponen tersebut dalam Kelvin.
Sedangkan stress rupture selain disertai oleh deformasi plastis juga ditandai oleh adanya retak intergranular yang banyak ditemui di sekitar patahan.

Wednesday, July 14, 2010

Cetakan dan Pasir Cetak



Cetakan merupakan piranti penting untuk memberikan bentuk coran di dalam sebuah pengecoran. Umumnya bahan cetakan yang dipakai adalah pasir cetak. Jadi pasir cetak merupakan suatu bahan yang memiliki sifat-sifat tertentu yang dapat digunakan sebagai cetakan, sehingga tidak semua pasir dapat dijadikan pasir cetak.

Dapat dikatakan bahwa coran yang baik dihasilkan dari logam yang sesuai yang dituang ke dalam cetakan yang baik, yang terbuat dari pasir cetak yang baik pula.

Cetakan
Ada banyak jenis cetakan dan metoda pembuatan cetakan yang dapat dipakai pada proses pengecoran. Masing-masing jenis cetakan dan metoda pembuatannya masing-masing mempunyai batas kemampuan, keuntungan dan kerugiannya.
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan pada pemilihan jenis cetakan dan proses pembuatannya, antara lain:
1.Ongkos modal peralatan dan bahan.
2.Ongkos kerja akhir cetakan agar siap dipakai, misalnya pembakaran, pengangkutan, dll.
3.Ketepatan ukuran dan dimensi coran.
4.pengendalian cetakan (polusi dan daur ulang bahan).
5.Ongkos proses pembuatan termasuk yield logam.
6.Ongkos pengerjaan akhir coran termasuk pemotongan, pengelasan, perlakuan panas, dan permesinan.
7.Jumlah coran per satuan waktu.
8.Luas dan besarnya lantai bengkel pengecoran.

Pada prinsipnya faktor-faktor tersebut diperhitungkan untuk memperoleh hasil guna yang tinggi dengan mutu logam yang sesuai dengan keinginan pemesan.
Umumnya pemilihan jenis cetakan dan metoda pembuatan cetakan pada proses pengecoran lebih ditekankan terhadap beberapa teknis dan pertimbangan ekonomisnya di samping faktor kemungkinan penerapan teknologi yang mampu digunakan.

Jenis-jenis cetakan tersebut antara lain :
a.Cetakan pasir basah (Green sand moulds)
b.Cetakan pasir muka kering (Skin dried moulds)
c.Cetakan pasir kering (Dry sand moulds)
d.Cetakan semen (Cemen process moulds)
e.Cetakan pasir proses CO2 (CO2 process moulds)
f.Cetakan pasir kulit kerang (Croning/Shell process moulds)
g.Cetakan pasir furan

Pasir Cetak
Cetakan pasir yang digunakan pada industri pengecoran logam dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu cetakan pasir dengan bahan pengikat lempung dan cetakan pasir dengan bahan pengikat khusus seperti kaca, air, semen, dammar dan sebagainya. Pemilihan jenis pasir cetak biasanya disesuaikan dengan pemilihan cetakan yang akan dipakai yang memenuhi syarat-syarat kriteria dari pasir cetak itu sendiri.

Secara umum pasir yang dapat dijadikan sebagai pasir cetak perlu memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut :
1.Memiliki sifat refraktori yang sangat baik
2.Permeabilitas yang cukup baik untuk melewatkan dengan cepat gas yag terjadi pada saat logam cair dituang ke dalam cetakan
3.Kekuatan yang cukup baik untuk menahan tekanan pada saat logam cair dituang ke dalam cetakan
4.mampu cetaknya baik
5.Mampu padatnya baik
6.Dapat digunakan ulang untuk cetakan
7.Mampu ambruk setelah penuangannya baik
8.Tahan panas terhadap temperatur logam yang dituang
9.Distribusi besar butir yang cocok
10.Mengalami peristiwa kimia dan fisika karena logam cair mempunyai temperatur yang tinggi
11.Tidak menimbulkan polusi
12.Pasir harus murah.

Pasir cetak yang memiliki sifat-sifat tersebut di atas secara umum diperoleh langsung dari alam dan dapat segera digunakan dalam pembuatan cetakan, atau mendapatkan perbaikan terlebih dahulu dengan menghilangkan atau menambah sebagian bahan pengganggu, dengan penambahan bahan-bahan tertentu atau dengan perlakuan khusus lainnya.
Untuk mengetahui sifat-sifat yang dimiliki pasir cetak harus dilakukan pengujian pasir pada pasir cetak tersebut. Pengujian pasir cetak yang dilakukan pada cetakan pasir basah untuk produk bushing ini adalah :
1.Pengujian kadar air.
2.Pengujian kadar lempung
3.Pengujian permeabilitas.
4.Pengujian kekuatan pasir (kekuatan tekan basah dan kekuatan geser).
5.Pengujian distribusi besar butir pasir.
6.Pengujian Surface Stability Index (SSI).